Buku yang berada di tangan pembaca ini merupakan kelanjutan petualangan Markesot dalam mengarungi samudra permasalahan kita. Dibandingkan dengan “buku pertama”-nya, “buku kedua”-nya ini lebih seru dan lebih mengajak kita untuk merenungi hakikat kehidupan-tanpa menghilangkan sama sekali nuansa guyonan (canda) yang memang telah menjadi ciri khasnya. “Pada hakikatnya, Markesot ‘hanyalah’ sebuah cara (untuk tetap) bertahan menjadi manusia,” ujar Emha Ainun Nadjib dalam mengantarkan buku ini. Emha Ainun Nadjib lahir di Jombang, Jatim, 27 Mei 1953. Dia adalah seorang budayawan multi-talenta: penyair, esais, pegiat teater, pemusik, dan lain-lain. Sebagai seorang penulis, Emha sangat produktif, telah menghasilkan puluhan buku. Di antara karya-karya emasnya yang diterbitkan Mizan adalah Dari Pojok Sejarah (1985), Seribu Masjid Satu Jumlahnya (1990), Secangkir Kopi Jon Pakir (1992), Markesot Bertutur (1993), Markesot Bertutur Lagi (1994), Slilit sang Kiai, dan Surat kepada Kanjeng Nabi. Selain berkiprah di dunia tulis-menulis, Emha juga merupakan motor penggerak di balik kelompok musik Kiai Kanjeng dan pengajian komunitas Jamaah Maiyah yang tersebar di berbagai kota di Indonesia.
“Buku ini (Markesot Bertutur lagi) mampu mengharu-biru perasaan pembacanya dengan humor, keseriusan, sikap kritis, kepolosan, kesedihan, dan kekaguman.”
—Kompas, 16 Januari 1994